1. Knowledge
Pengetahuan tidak bisa dipandang seperti memandang suatu objek yang
terdapat di disana, di depan subjek, yang dapat dijangkau oleh tangan manusia.
Permasalahan kritis di sini adalah kompleksitas pengetahuan manusia yang sulit
dijangkau secara lengkap, utuh, dan paripurna oleh budi manusia yang terbatas.
1.1 Pengetahuan Indrawi Batin
Indrawi batin adalah ketika menampakan dirinya
kepada orang dengan ingatan khayalan, baik mengenai apa yang tidak ada lagi aau
yang belum pernah ada maupun yang terdapat diluar jangkauannya.
1.2 ` Pengetahuan perseptif
Penngetahuan perseptif adalah muncul secara
spontan, memungkinkan orang untuk menyesuaikan dirinya secara langsung dengan
situasi yang disajikan. Pengetahuan dalam arti ini lebih menyatakan dirinya
melalui gerakan tangan, tingkah laku, gerakan-gerakan, sikap-sikap, tindakan,
serta jerit teriakan, daripada dengan perkataan yang dipikirkan atau dengan
keterangan yang jelas.
1.3 Pengetahuan refleksif
Pengetahuan refleksi adalah ketika pengetahuan
itu membuat objektif kodrat dari suatu realitas apa pun juga. Pengungkapannya
baik dalam bentuk ide, konsep, definisi, serta putusan-putusan maupun dalam
bentuk lambang, mitos, atau karya-karya seni.
1.4 Pengetahuan diskursif
Pengetahuan ini memperhatikan suatu aspek dari benda kemudian suatu aspek
yang lain, ketika pengetahuan itu pergi dan datang dari keseluruhan ke
bagian-bagian, dan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pengetahuan dalam arti
ini lebih menampakkan diri sebagai sesuatu yang datang dari sebab ke akibat dan
dari akibat ke sebab, dari prinsip ke konsekuensi dan dari konsekuensi ke
prinsip, dan sebagainya.
1.5 Pengetahuan Intuitif
Pengetahuan menangkap atau memahami secara langsung benda atau situasi dalam salah satu aspeknya, keseluruhan dalam satu bagian, sebab dalam akibat konsekuensi dalam prinsip, dan sebagainya.
1.6 Jenis-jenis Pengetahuan
a) Induktif adalah bila menarik yang universal dari yang individu.
b) Deduktif adalah bila menarik yang inividual dari yang universal.
c) kontemplatif adalah bila mempertimbangkan benda-benda dalam dirinya dan untuk dirinya sendiri.
d) Spekulatif adalah bila mempertimbangkan benda-benda dalam bayang-bayang dan ide-ide, atau konsep-konsep tentang benda-benda itu.
2. Inteligensi
Kegiatan dari suatu organisme dalam meneysuaikan diri dengan situasi-situasi, dengan menggunakan kombinasi fungsi-fungsi seperti persepsi, ingatan, konseptual abstraksi, imajinasi, atensi, dan konsentrasi. Inteligensi memiliki tahap-tahapan, yaitu:
2.1 Pengetahuan Tahap Intelektif
PEngetahuan yang paling rendah atau yang paling sederhana adalah penglihatan atau penanggapan (persepsi). Kegiatan intelektif pada rendah atau sederhana ini umunya digerakkan secara tidak sadar dan prareflektif. persepsi ini, misalnya tampak pada refleksi spontan, prasadar, dan prapribadi.
2.2 Pengetahuan Tahap intelektif
pengetahuan aprehensi (penampakan) yaitu bentuk pengetahuan di mana sudah terdapat kesadaran. meskipun subjek menerima apa yang terjadi pada dirinya secara pasif tanpa diinginkaya.
2.3 Pengetahuan Tahap Insight
Penangkapan intelektual secara mendadak mengenai objek. Melalui tahap ini inteligensi manusia tidak hanya menyadari secara pasif apa yang terjadi. Insight diverifikasikan diterangkan dengan logis dan ilmiah.
2.4 Pengetahuan Tahap Diskursif
Tahap pengetahuan yang semakin kompleks karena berlari ke berbagai arah melalui induksi, deduksi, refleksi, subjektif-objektif, dan sebagainya.
3. Afeksivitas
afektivitas membuat
manusia berada secara aktif dalam dunianya serta berpartisipasi dengan orang
lain dan dengan peristiwa-peristiwa dunianya. Melalui peranan afektivitaslah,
manusia tergerakkan hatinya, keinginannya, dan perasaannya atau ketertarikannya
untuk mengamati, mempelajari, dan mengembangkan pengada-pengada aktual di
sekitarnya menjadi bagian dari proses keberadaannya. Afektivitas tidak sama dengan
pengetahuan, namun menjadi penggerak atau penyebab dan sekaligus akibat dari
proses pengetahuan. Cinta (disebut afektivitas positif) atau benci
(disebut afektivitas negatif) dapat menjadi dasar penentuan bagi suatu
tindakan kognitif. Hal ini tentunya dilakukan melalui suatu dasar penempatan
diri yang jelas. Perbuatan afektif mengarahkan manusia untuk
dunianya dan membuat manusia berada secara lebih langsung dan lebih intensif
bersama dengan hal-hal lain, jadi sejauh lebih bersifat eksistensial.
Melalui ini tindakan afektivitas memberikan dasar atau prinsip nilai bagi suatu
proses kognitif. Pengalaman-pengalaman afektivitas justru menjadi syarat yang
sangat menentukan bagi proses inteligensi manusia. Jadi,
untuk mencapai afektivitas, subjek harus berada dalam kondisi dimana subjek
akan melahirkan kegiatan afektif. Adapun kondisi-kondisi tersebut ialah:
3.1 Pertama,
antara subjek dan objek harus ada ikatan kesamaan atau kesatuan itu sendiri,
karena ketika tidak ada kesamaan maka tidak akan ada afektivitas. Sebagai
contoh ketika kita berhubungan dengan sebuah objek maka dalam diri objek
terdapat sesuatu yang membuat kita tertarik atau menjauhinya, sesuatu yang ada
pada diri objek pasti juga ada dalam diri subjek yang akhirnya akan menimbulkan
kegiatan afektif baik menerima atau menolak.
3.2 Kedua, nilai
(baik dan buruk), dalam kondisi ini, ketika objek dipandang memiliki sebuah
nilai maka subjek akan melahirkan kegiatan afektif, karena afektivitas itu
sendiri adalah berdasar pada kecintaan akan sesuatu maka subjek pada akhirnya
akan melahirkan kegiatan afektif untuk menolak atau menerima.
3.3 Ketiga,
sifat dasariah dan kecenderungan kognitif, pada kondisi ini subjek akan dalam
melakukan sebuah afektif harus ditunjang dengan sebuah sifat dasariah yang akan
mendorong dia untuk lebih cenderung, selera, berkeinginan akan sesuatu yang
pada akhirnya akan menimbulkan kegiatan afektif yang ternyata memang sesuai
dengan sifat dasariah tersebut.
3.4 Keempat,
mengenal adalah kausa dari afektivitas. Dalam proses mengenal subjek akan
mengalami kondisi dimana dia harus berusaha mendefinisikan objek yang akan
dikenalinya dan ketika definisi tentang objek tersebut telah tercapai maka pada
akhirnya akan lahir sebuah keputusan afektif apakah dia harus menyerang,
mencintai, mempertahankan diri atau yang lainnya.
3.5 Kelima,
imajinasi. Untuk menimbulkan kegiatan afektif maka imajinasi dapat menjadi
sebuah pendorong, semangat, mempengaruhi bahkan membohongi. Pengetahuan pertama
(baik dari pengalaman atau informasi dari pengenalan) akan melahirkan sebuah
deskripsi awal tentang objek, maka dalam kondisi ini subjek akan dipengaruhi
untuk bertindak seperti apa yang ia dapat pada pengalaman-pengalaman dan
imajinasi yang dia dapatkan terdahulu.
4. Kebebasaan
Kata
kebebasan sering diartikan sebagai suatu keadaan tiadanya penghalang, paksaan,
beban atau kewajiban. Seorang manusia disebut bebas kalau perbuatannya tidak
mungkin dapat dipaksakan atau ditentukan dari luar. Manusia yang bebas adalah
manusia yang memiliki secara sendiri perbuatan-perbuatannya. Kebebasan adalah
suatu kondisi tiadanya paksaan pada aktivitas saya. Manusia disebut bebas kalau
dia sungguh-sungguh mengambil inisiatif dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
Dengan demikian kata bebas menunjuk kepada manusia sendiri yang mempunyai
kemungkinan untuk memberi arah dan isi kepada perbuatannya. Hal itu juga berarti bahwa kebebasan
mempunyai kaitan yang erat dengan kemampuan internal definitif penentuan diri,
pengendalian diri, pengaturan diri dan pengarahan diri.
4.1 “Freedom
is self-determination” berdasarkan pengertian itu dapat dikatakan bahwa kebebasan merupakan sesuatu
sifat atau ciri khas perbuatan dan kelakuan yang hanya terdapat dalam manusia
dan bukan pada binatang atau benda-benda. Kebebasan yang nampak secara sekilas
dalam binatang-binatang pada dasarnya bukan kebebasan sejati. Mereka dapat
menggerakkan tubuhnya ke mana saja, tetapi semuanya itu sebenarnya bukan
berasal dari diri binatang itu sendiri. Gerakan binatang bukanlah hasil
dorongan internal diri binatang. Kebebasan mereka adalah kebebasan sebagai
produk dorongan-dorongan instingtualnya. Dengan istilah instingtual dimaksudkan tidak
adanya peran akal budi dan kehendak. Dalam arti itu sebenarnya di dalam diri
binatang-binatang tidak ada kebebasan.
Refrensi :
Powerpoint Binus Maya Human Philosophical Reflections 2: Knowledge,
Intelligence, Affection, and Freedom